Senin, 15 Februari 2016

[Review Novel] – Quinsha Wedding Story - Nia Maharani

Judul Buku  :  QUINSHA WEDDING STORY 
Penulis         :  NIA MAHARANI 
Genre           :  SPIRITUAL 
Penerbit       :  LoveRinz Publishing 
Tebal            : 378 Halaman 

Sinopsis : 
      Quinsha Ameera Maharani belum genap 22 tahun saat dinikahkan oleh ayahnya dengan Reza Alifian Pahlevi, sahabat kakaknya yang tidak dikenalnya. Insiden ponsel rusak berhari-hari membuat Quinsha harus menerima kenyataan tidak bisa menghadiri akad nikahnya sendiri. Ada marah, sedih, bingung, dan berbagai rasa bercampur menjadi satu. Bagaimana Quinsha menghadapinya? 


Point of Me : 
        Membaca novel bertemakan pernikahan itu sudah biasa. Sudah sangat sering ditemui di pasaran. Namun, untuk yang satu ini kak Nia Maharani mengemasnya menjadi suatu hal yang berbeda. Bagaimana kisah cinta dalam diam itu menjadi sangat romantis ketika tercurah dalam keadaan halal. Ketika membaca novel ini saya teringat akan kisah cinta sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Ali bin Abi Thallib RA dan putri Nabi, Fatimah Az – Zahra. 

Sejak awal Quinsha meminta kepada keluarganya untuk memilihkannya seorang calon suami sholeh yang bisa menjadi qawwam untuknya dan ayah yang baik bagi anak – anaknya kelak. Hingga hadirlah seorang pemuda sholeh Reza Alfian Pahlevi yang tak lain adalah sahabat kakaknya sendiri. Quinsha yang memang belum mengenal Reza ini sempat gamang. Karena hal yang ia tahu hanya sebatas Reza adalah pemuda pecinta alam. Dimana, dalam ekspektasi Quinsha tentang pemuda pecinta alam adalah memiliki rambut gondrong dan jarang mandi. Hal itu semakin membuat Quinsha ragu untuk melihat profil calon suaminya yang telah kakaknya kirim melalui email. Dibalik itu Quinsha juga yakin jika ayah dan keluarganya tidak mungkin memilihkan suami yang tidak baik untuknya.

Intinya  saya tidak akan menceritakan detail tentang keseluruhan isi cerita. Jika penasaran langsung search saja di google dengan keyword yang sama judulnya. Insyaallah ada. 

Pertemuan Quinsha dengan Reza selepas acara Ijab Qabul keesokan harinya, detik – detik mengenal suaminya dan kisah – kisahnya setelah menikah terangkum sangat manis tanpa mengurangi nilai – nilai islam di dalamnya. 

Banyak hal positif yang bisa dipetik dari novel ini. Penuh sarat makna di setiap penyampaian jalan ceritanya. Ditambah pemilihan diksi dan gaya bahasa membuat saya semakin larut dalam jalan ceritanya. So, Guys tanpa perlu berpacaran kita juga bisa membuat pernikahan menjadi romantis. Bahkan sangat romantis. Buat apa berlama – lama pacaran, namun tak sampai pada yang namanya pernikahan. Percayalah Islam mengatur kisah asmara itu dengan sangat indah. Dan itu hanya ada pada pernikahan. Bukan pacaran.

Beberapa quote dalam novel yang sukses bikin baper : 

“Karena tidak ada satupun yang terjadi di alam ini tanpa kehendak-Nya. Meski semua sudah diatur sebaik mungkin, tapi kalau Allah tidak berkehendak dan Dia menghendaki yang lain, maka gagallah seluruh skenario yang sudah Allah siapkan.” Hal. 32 

 “Mestinya ku tidak pantas nangis untuk sesuatu yang seharusnya disyukuri.” Hal. 36 “Kita pernah bertemu tapi tidak saling mengenal. Menikahimu adalah jalanku untuk mengenal dan mencintaimu. Menerimaku sebagai suami adalah caramu menerimaku apa adanya tanpa perlu aku mengumbar rayuan palsu.” Al kepada Quinsha, hal. 53 

 “Sebuah benda tidak bisa dinilai hanya dari sampulnya. Apalagi manusia yang dikaruniai nurani dan akal. Dengan nuraninya dia belajar mencinta. Dengan akalnya dia belajar akan menemukan fitrah penciptaannya dan keharusan tunduk pada aturan dzat yang menciptakannya. Aku akan tetap mensyukurinya, karena dia suamiku.” Quinsha kepada Al, hal. 55 

“Jika pada seluruh pegawai, dia begitu memuliakan, apalagi pada istrinya. Dan istrinya itu adalah aku.” hal 115 

“Dengan ibu seperti Farah, kamu tidak perlu meragukan apapun tentang suamimu.” Hal. 158

“Masyaallah, yang telah menghadirkan rasa cinta dan menikmatinya dengan halal.” Hal. 166 

         “Jatuh cinta itu berarti ada orang yang terjatuh kedalam cinta. Dan dia larut di dalamnya. Menikmatinya. Padahal kan yo namanya jatuh itu ga boleh lama-lama. Dia harus cepet-cepet bangun. Bangun apa ? yo bangun cinta. Nah ini yang berat. Butuh kerja sama suami istri. Supaya apa ? supaya mereka berkelimpahan cinta setiap hari.” Hal. 167 

“Bersama, berdua, kita saling mengingatkan.” Hal. 182 

          “Harus sabar agar hasilnya sempurna. Adakalanya kegagalan itu karena ketidaksabaran. Apalagi setelah tanda-tanda keberhasilan mulai terlihat.” 

 “Cintai aku dengan biasa saja. Tidak berlebihan. Cinta dengan tidak mengambil prioritas cinta Allah. Cintai aku dengan sederhana saja !” Hal. 297


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar