Jumat, 18 Desember 2015

Ironi

Hidup itu ajaib ya ? 

       Terkadang apa yang ada di sekitar kita bertentangan dengan perasaan yang kita terima.

       Pernah merasa sendiri di tengah keramaian ?
       Aku pernah. Tidak, ini bukan tentang berada di tengah alun – alun kota yang ramai dengan histeria masyarakat. Bukan pula tentang berada di tengah keramaian pasar yang sesak. Ini tentang kaburnnya rasa solidaritas. Sering kali aku merasakan kumpul bersama di tengah – tengah para teman, namun yang aku rasakan justru sendirian. Terabaikan dan dikucilkan. Seakan ada sekat tak kasat mata yang memisahkan. Entah faktor apa yang menyebabkan ? akupun tak pernah mengambil kesimpulan. Atau lebih parahnya terlalu takut menerima kenyataan jika sebenarnya diri ini tak sebanding dengan mereka. Berbeda kasta, pendapat dan pranata sosial. 


       Pernah mengeluarkan tawa disaat hati tak ingin tertawa ?
       Meris, getir, dan ironis. Mungkin tiga kata itu tak cukup untuk dijadikan gambaran. Lelah rasanya harus berpura – pura. Sesuatu yang mereka anggap candaan bagiku justru pukulan. Mereka seolah aktor kawakan yang berkamuflase di bawah sandiwara bernama peran. Seakan menutup sebelah mata terhadap apa yang aku rasakan. Seolah apa yang meraka lakukan merupakan lelucon semata yang tak perlu dimasukkan kedalam perasaan. Tapi apa daya yang bisa kulakukan hanya diam. Mungkin mereka mengira aku yang terlalu berperasaan, tapi apa mereka pernah berfikir jika leluconnya lah tak berperasaan. Jamu diberi gula sekilo-pun tetap saja akan menjadi jamu, tak akan berubah menjadi madu. 

       Pernah dibanding – bandingkan ?
       Aku pernah. Dan itu sangat menyakitkan. Bukankah manusia memiliki keunikan dan ke-khasan masing – masing. Tapi, mengapa mereka senang menjadi manusia yang tidak memiliki kerjaan, yang menghabiskan waktunya untuk mengoreksi segala cela dan keburukan orang lain ? 

       Dari sini aku belajar, jika tak selamanya kita bisa membuat orang lain senang dengan perbuatan kita. Terlalu banyak orang munafik yang berkeliaran. Manis di depan, namun racun di belakang.

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar