Sabtu, 20 Januari 2018

Life Goals


          Sebenarnya tujuan hidup itu yang bagaimana sih? Menikah? Atau punya pekerjaan mapan? 

        Dulu, saat saya masih duduk di sekolah menengah kejuruan, guru kajian saya mengatakan, jika sejatinya kita hidup di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah, karena pada akhirnya pula kita akan kembali pada-Nya (baca; kematian). Jadi dapat saya tarik kesimpulan kalau life goals kita sebenarnya adalah akhirat, right?


          Saya menulis ini bukan untuk apa-apa. Bukan untuk menggurui atau apalah istilah lainnya. Saya hanya ingin memiliki jejak terhadap rasa yang saya alami semasa melakukan pencarian jati diri. Saya hanya ingin menyampaikan keresahan yang terus-menerus menggerus di hati. 

          Kembali ke topik utama. Kesimpulan atas life goals ternyata sesederhana itu loh, tapi pengaplikasian terhadap kehidupan sehari-hari mengapa menjadi ribet sekali? Apa mungkin karena manusianya, ya?

          Okey, semoga kata-kata saya tentang manusia tadi tidak dianggap sebagai tindakan mengeneralisasikan semua makhluk bernama manusia di muka bumi. Karena sebenarnya manusia itu memiliki sikap dan sifat yang berbeda-beda dan terdapat keunikan sendiri di setiap sisinya.

          Hanya saja di tempat di mana saya tinggal, lingkungan manusianya memiliki ritme kehidupan yang sama. Lahir – tumbuh kembang – sekolah – kerja – menikah  punya keterunan – meninggal. Meskipun pada akhirnya step yang dilalui ternyata berbeda, tetapi sama aja proses di atas sudah seperti patokan yang harus dijalani oleh sitiap individu. Jika ada satu saja yang tertiggal, pasti berujung cacian. 

          Saya berikan contoh sederhana; seorang anak yang sudah cukup usia, kemudian orangtuanya tidak menyekolahkan, pasti jadi cemoohan. Seseorang yang sudah lulus dari akademi pendidikan kemudian tidak mendapat pekerjaan yang mapan sesuai bidangnya, pasti mendapat cibiran (seolah-olah anak tersebut merupakan sampah masyarakat) dijadikan contoh akan kegagalan institusi pendidikan. I mean, mereka pasti berkata “si anu loh udah sekolah tinggi-tinggi, tapi akhirnya nggak keja juga. Jadi buat apa sekolah sampai tinggi-tinggi, menghabiskan uang saja”.       Bagi sebagian orang, pikiran seperti itu mungkin dianggap cetek/sempit, tetapi percayalah di lingkungan yang jauh dari perkotaan dan modernitas hal tersebut sudah lumrah.

Kemudian ada yang sukses secara materi dan pekerjaan, tapi dia belum juga mendapat jodoh, orang-orang akan mencibirnya tidak laku. Hey, apakah tidak sekolah, tidak bekerja dan mendapat jodohnya terlambat itu adalah sebuah pelanggaran norma sosial? Kenapa harus dijaikan issue menjijikkan di belakang orang yang bersangkutan? Kenapa manusia itu tidak cukup hanya dengan mengurusi hidupnya sendiri saja, kenapa hidup orang lain juga kemudian menjadi urusannya? 

          Lalu saya kemudian kembali menarik kesimpulan jika life goals adalah; dilahirkan - tumbuh kembang – sekolah/mengenyam pendidikan, punya pekerjaan mapan – menikah – memiliki keturunan – meninggal. Right?
 
          Hahaha, tentu saja tidak. Life goals kita tetap adalah pencapaian untuk akhirat alias beribadah kepada Allah dan menjadi makhluk-Nya yang mulia. Sistem kehidupan bermasyarakatnya saja yang menjadikan kita bertindak sesuai pakem. Seolah-oleh siklus tadi di atas adalah peraturan tak tertulis yang harus dijalankan oleh setiap manusia. 

          So, bagaimana tentang life goals menurut kalian? Mohon maaf karena struktur kalimatnya tidak runtut dan pembahasan versi saya melebar ke mana-mana. Kembali lagi saya tekankan, jika apa yang saya tulis adalah belum tentu kebenaran. Bisa jadi pula, beberapa waktu ke depan pikiran saya mulai berubah dan tulisan tadi menjadi tidak relavan. Who know?

Note; opini ini merupakan unek-unek bagi individu yang dikucilkan dari lingkungan sosial karena tidak mengikuti pakem yang ada di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar