Sebenarnya bingung mau nulis apa. Udah
guling-guling di tempat tidur habis sholat shubuh jam lima pagi tadi. Masih juga
belum nemu inspirasi. *malah curcol
Tiba-tiba indra penglihatan menangkap kertas cantik
berwarna pink yang berhiaskan ornamen pengantin. Yupp, undangan nikah. Dengan
responsif, hati kecil langsung bertanya: Temanmu udah banyak yang nikah loh,
giliranmu kapan? Masa didatengi undangan melulu, nyebarnya kapan? Hufftt...
niatnya ingin nutup telinga rapat-rapat. Tetapi susah, tetap saja dengar rengekan
si hati kecil tersebut.
Kali ini otak ikutan
rese’. Tiba-tiba dia ingat percakapan teman-teman di kampus tadi. Dan masih
seputar jodoh dan menikah. Dududu ... Berhubung yang cuap-cuap itu sudah pada
punya pasangan untuk dibawa ke pelaminan, langsung deh saya milih ngacirrrr. *Balada seorang jomblo. Tetapi
jomblo berkualitas. Karena nunggu yang halal :p *Eaaa, alibiiii
Penat
rasanya mikirin nikah, dan nikah. Kembali kubuka layar 4,5 inc yang dua tahun
ini menamani. Membuka aplikasi whatsapp dan
membaca chat-chat yang baru masuk. Dannn ... isinya tak jauh berbeda kawan.
Sekarang si mata juga mulai terkontamisi akibat isi chat ngomongin nikah semua.
Baper lagi. Baper lagi ...
Jika
di flashback ke belakang, sebenarnya dulu saya ini nggak baper-baper amat.
Hanya saja karena ada beberapa teman yang malah ngomongin kapan nikah mulu,
jadi ikutan baper dan merasa tinggal
satu-satunya wanita di dunia ini yang belum nikah. Padahal masih unyu-munyu
gini, udah pusingin nikah. *Nah lohhhh. Topiknya jadi melebar kemana-mana.
Padahal ide awalnya nggak gini.
Menikah?
Apa
sih itu menikah?
Kenapa
para cewek dan cowok bujang pada rempong jika berhubungan dengan kata ‘menikah’?
Bukankah
50.000 tahun sebelum seorang manusia diciptakan, Allah telah menuliskan
takdirnya di lauhul mahfudz?
Juga
kenapa harus khawatir, jika sebenarnya manusia telah diciptakan
berpasang-pasangan, seperti Adam dan Hawa?
Intinya,
menikah itu bukan perkara yang mudah gens
... Menikah bukan hanya perihal dua kepala yang disatukan dengan ikrar suci
bernama ijab qobul. Tetapi dengan menikah kita menyatukan dua keluarga besar
yang berbeda budaya juga persepsi. Kita tidak hanya dituntut untuk mengabdi pada suami, tetapi juga ada mertua
dan keluarga besar suami yang belum tentu memiliki pola fikir yang sama dengan
kita. Jadi banyak hal yang harus dipelajari di dalam pernikahan itu sendiri. Kita
dituntut untuk belajar bertoleransi. Padahal toleransi itu nggak mudah loh.
*Apalagi buat perempuan bebal macam saya. Ehhh
Lantas,
sudah siapkah kita?
Jika
kita seorang perempuan mandiri, yang terbiasa berangkat kuliah sendiri, pulang hingga petang menjelang, kemudian
dilanjut dengan ikut kajian - Apakah kita siap membagi perhatian kita untuk
mengurus seorang suami? jika untuk mengurus diri sendiri saja masih banyak
menyita perhatian?
Jika
kita seorang perempuan yang masih berada dibawah ketiak orang tua, apakah
mungkin bisa mengurus seorang suami? Bahkan untuk tidur saja, masih orang tua
yang mengecek keadaan kamar. Jendela sudah terkunci rapat tidak, selimut kita
sudah dipasang benar tidak, Atau, buku-buku yang baru selesai kita baca, sudah
dikembalikan ke tempat semula belum? Nah, gimana kalau nikah nanti. *yang ini
tamparan buat diri saya sendiri.
Yuk,
perbaiki diri. muhasabah diri. Baper boleh, asal membawa kita pada perubahan
yang pasti. Jangan hanya baper, lalu
sakit hati. Sedih karena jodoh yang tak kunjung pasti. Ingat genss jodoh itu cerminan diri.
Ingin
suami yang sholeh?
Kembali
instrospeksi diri. Apakah ibadah kita sudah bagus? Apakah hubungan kita
dengan-Nya juga berjalan intensif? Jangan hanya berani menuntut, karena lelaki
yang sholeh juga akan mengidamkan istri yang sholehah.
Sebagaimana
janji Allah. Wanita yang baik, untuk lelaki yang baik pula. Sedang wanita yang
jahat untuk lelaki yang jahat pula.
Nah,
kita masuk kategori mana tuh?
Kalau
kata ustadz Felix sih. Laki-laki itu terbagi kedalam 2 golongan. Yaitu:
1. Lelaki
sholeh, dan
2. Lelaki
jahat.
Sedang
wanita dibagi kedalam tiga golongan.
1. Wanita
sholihah
2. Wwanita
biasa saja. (STMJ) Sholat terus, maksiat jalan.
3. Wanita
jahat.
Jika
kamu seorang wanita, sudah masuk kedalam kategori yang mana? Nah kalau wanita
sholihah. Selamat, Insyaallah kalian mendapatkan lelaki yang sholeh pula.
Masalahnya, bagaimana kalau kita masuk kedalam golongan kedua? *Ini tamparan
buat saya sendiriii. Bisa jadi yang kita dapat malah lelaki yang jahat. Karena
yang sholeh akan memilih yang sholehah. Kuncinya, Muhasabah diri. ngaca dulu,
sudah pantaskah kita?
Cantoh
lain lagi. Kita menginginkan suami yang berpendidikan alias berwawasan luas.
Agar bisa bimbing kita yang rada nggak jelas pola fikirnya.
Ingat,
lelaki yang pandai butuh perempuan yang pandai pula untuk dijadikan partner
diskusi. Dia sarjana ilmu komunikasi, kemudian mengajak kita berdiskusi
kehidupan politik masa kini. Sedang kita nggak tau apa-apa tentang dunia
politik. Lah, kan planga-plongo. Nggak enak. Proses komunikasinya hanya
berlangsung satu arah. Padahal orang yang berbicara itu mengharapkan feedback loh. Beneran nih, coba aja kamu
asik ngoceh tetapi lawan bicaramu nggak nanggapi. Kan sakitnya tuh disini
*tunjuk dada lalu lap air mata. Lebay. Ini contoh kecilnya sih.
Kalau
gitu kita harus berpendidikan juga dong agar mengimbangi? Yup. Itu betul
sekali. Ingat lagi. Perempuan adalah faktor terbesar dalam mencetak karakter
anak nanti. Bahkan dokter pernah menyimpulkan, jika anak yang cerdas, terlahir
dari ibu yang cerdas pula. Dibalik kesuksesan seorang anak, ada ibu yang hebat
disana. Demikian pula kesuksesan seorang suami, ada sitri yang hebat disana.
*nggak pake ada mantan yang menyesal loh ya! Wkwkwk
Pendidikan
tinggi ya? Jadi ingat iklan kecantikan Lov***y. Nikah atau S2? Hayo pilih yang
mana? Nikah itu sunnah Rosul loh, sementara S2?
Ibu
adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Jika memang dirasa perlu, kenapa
tidak? Tetapi imbangi pula dengan ilmu agamanya. Niatkan, aku sekolah yang tinggi antuk
mencetak anak yang baik untuk suami. Dari segi intelektual, juga budi pekerti.
Jangan
takut jodoh datang terlambat gens.
Sejatinya jodoh itu bukan ia yang datang secara cepat, tetapi ia yang datang
dalam waktu yang tepat. Jadi tidak ada kata jodoh datang terlambat.
Ayo
pilih mana: nikah dini, tetapi cerai kemudian (Naudzubillah) amit-amt jabang
bayi. Ehh, tetapi memang benar loh. Kebanyakan kan saat ini. Atau nikah dalam
usia yang pas (Katakanlah 23 tahun) tetapi akan menjadi jodoh dunia, akhirat?
Xoxoxoxo
Cusss, renungkannnn ...
Jiahhhh...
Maafkan jika sok tau. Hanya sedikit menghilangkan keresahan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar