Kamis, 24 Mei 2018

(1) Bunga Melati Pengantin



Katanya kalau kita menghadiri acara pernikahan, curilah bunga melati dari mempelai perempuan. Niscaya kita akan segera menyusul ke pelaminan.

Awalnya Friska Pradini tak cukup percaya dengan mitos di atas, namun setelah membuktikan sendiri, mau tak mau ia memercayainya. Masih jelas di benak, kala berfoto dengan sang pengantin yang notabene teman satu angkatan di fakultas ilmu komunikasi, dengan jahil tangannya diulur ke belakang dan mencuri tiga buah melati yang tersemat indah di hijab pengantin. Sambil menahan kikikan, Dini turun dari  pelaminan dan segera meninggalkan tempat acara bersama rombongan teman yang juga turut diundang.


Setelah memastikan pasukannya lengkap, mereka—mahasiswa ilkom—yang tak lain sekelompok orang yang datang ke pesta pernikahan, langsung berpencar menuju kendaraan masing-masing. Begitu pula dengan Dini, yang berjalan menuju motor matik putih miliknya yang terparkir di bawah pohon mangga. Di sana ia menemukan Kana sedang duduk santai di atas motor lengkap dengan helm, sarung tangan, serta masker.

“Lama banget sih, ngapain aja di dalam?” tanya Kana begitu melihat Dini mendekat. 

“Biasa. Mahasiswa jaman now. Ada dekorasi bagus, kesempatan emas buat foto-foto. Perut kamu gimana? Sudah baikan belum? Hahaha, perutmu itu memang nggak bisa dikondisikan ya?”

            Lantas Kana cemberut. “Namanya juga panggilan alam. Kamu sendiri kenapa Din, kok kelihatannya seneng banget?”         
               
"Aku dong, berhasil ngambil tiga melati," jawab Dini jumawa.

"Serius? Katanya paling nggak bisa nyuri-nyuri gitu?"

"Ih... Katamu nyuri melati itu pengecualian. Malah disarankan. Kok nggak konsisten gini sih ngomongnya?"

"Bercanda doang buk. Udah gih buruan naik, keburu malem nih pulangnya."

Entah kebetulan atau memang keberuntungan Dini, kini perempuan berumur 20 tahun itu harus menerima konsekuensi dari kejahilannya. Di hadapan Dini telah ada paman dan bibinya yang membawa kabar bahwa ada seorang laki-laki yang berniat meminangnya.

Hal pertama yang ada dipikiran Dini adalah, kok bisa semesta begitu baik padanya. Padahal ia setengah percaya dengan mitos tersebut, namun kini hal yang tak pernah diduga sebelumnya benar-benar terjadi. Umurnya sih sudah lebih dari dua puluh tahun, sebentar lagi juga sudah selesai kuliah, tinggal menunggu wisuda saja. Pas lah untuk menjalin kehidupan rumah tangga.

Kemudian yang jadi permasalahan adalah, meskipun ia tidak punya pacar, karena memang tidak berniat untuk pacaran, ia masih memendam rasa pada seseorang.  Dan ia berharap bisa menjalin sakinahnya pernikahan persama lelaki itu.

Apa sih Din, malah bimbang sama yang belum jelas. Kamu ke kak Arby itu perasaannya cuma searah. Kak Arby juga tipe cowok suka tebar pesona gitu.

Itu adalah balasan pesan dari Kana karena barusan ia cerita soal kegalauannya via whatsapp.

Yang ini juga sama nggak jelasnya kan, Na. Aku belum kenal malah langsung dilamar aja.

Itu baru lelaki sejati. Berani langsung melamar bukannya menebar janji.

Tak sabar, Dini pun memutuskan untuk menelpon Kana.

"Aku tuh bingung dan kaget Na. Katanya lelaki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Lah, aku sendiri baru proses menuju baik Na. Kalau ternyata dia nggak lebih baik dari aku gimana?"

"Menurutku lebih baik memperbaiki diri bersama pasangan daripada sendiri, Din."

Tanggapan Kana memang datar dan singkat, namun entah mengapa membekas di hati Dini













Tidak ada komentar:

Posting Komentar