Katanya kalau kita
menghadiri acara pernikahan, curilah bunga melati dari mempelai perempuan.
Niscaya kita akan segera menyusul ke pelaminan.
Awalnya Friska
Pradini tak cukup percaya dengan mitos di atas, namun setelah membuktikan
sendiri, mau tak mau ia memercayainya. Masih jelas di benak, kala berfoto
dengan sang pengantin yang notabene teman satu angkatan di fakultas ilmu
komunikasi, dengan jahil tangannya diulur ke belakang dan mencuri tiga buah
melati yang tersemat indah di hijab pengantin. Sambil menahan kikikan,
Dini
turun dari pelaminan
dan segera meninggalkan tempat acara bersama rombongan teman yang juga turut
diundang.
Setelah memastikan pasukannya lengkap, mereka—mahasiswa
ilkom—yang tak lain sekelompok orang yang datang ke pesta pernikahan, langsung
berpencar menuju kendaraan masing-masing. Begitu pula dengan Dini, yang berjalan menuju motor matik putih miliknya yang
terparkir di bawah pohon mangga. Di sana ia menemukan Kana sedang duduk santai
di atas motor lengkap dengan helm, sarung tangan, serta masker.
“Lama banget sih, ngapain aja di dalam?” tanya Kana begitu
melihat Dini mendekat.
“Biasa. Mahasiswa jaman
now. Ada dekorasi bagus, kesempatan emas buat foto-foto. Perut kamu gimana?
Sudah baikan belum? Hahaha, perutmu itu memang nggak bisa dikondisikan ya?”
Lantas Kana cemberut.
“Namanya juga panggilan alam. Kamu sendiri kenapa Din, kok kelihatannya seneng
banget?”
"Aku dong, berhasil ngambil tiga melati," jawab
Dini jumawa.
"Serius? Katanya paling nggak bisa nyuri-nyuri
gitu?"
"Ih...
Katamu nyuri melati itu pengecualian. Malah disarankan. Kok nggak konsisten
gini sih ngomongnya?"
"Bercanda doang buk. Udah gih buruan naik,
keburu malem nih pulangnya."
Entah kebetulan atau memang keberuntungan Dini, kini perempuan berumur 20 tahun
itu harus menerima
konsekuensi dari kejahilannya. Di
hadapan Dini telah
ada paman dan bibinya yang membawa kabar bahwa ada seorang laki-laki yang
berniat meminangnya.
Hal pertama yang ada dipikiran Dini adalah, kok bisa semesta begitu
baik padanya. Padahal ia setengah percaya dengan mitos tersebut, namun kini hal
yang tak pernah diduga sebelumnya benar-benar terjadi. Umurnya sih sudah lebih
dari dua puluh tahun, sebentar lagi juga sudah selesai kuliah, tinggal menunggu
wisuda saja. Pas lah untuk menjalin kehidupan rumah tangga.
Kemudian yang
jadi permasalahan
adalah, meskipun ia tidak punya pacar, karena memang tidak berniat untuk
pacaran, ia masih memendam rasa pada seseorang.
Dan ia berharap bisa menjalin sakinahnya pernikahan persama lelaki itu.
Apa sih Din, malah bimbang sama
yang belum jelas. Kamu ke kak Arby itu perasaannya cuma searah. Kak Arby juga
tipe cowok suka tebar pesona gitu.
Itu adalah balasan pesan dari Kana karena barusan ia
cerita soal kegalauannya via whatsapp.
Yang ini juga sama nggak jelasnya kan,
Na. Aku belum kenal malah langsung dilamar aja.
Itu baru lelaki sejati. Berani langsung
melamar bukannya menebar janji.
Tak sabar, Dini pun memutuskan untuk menelpon Kana.
"Aku tuh bingung dan kaget Na. Katanya lelaki
yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Lah, aku sendiri baru proses menuju
baik Na. Kalau ternyata dia nggak lebih baik dari aku gimana?"
"Menurutku lebih baik memperbaiki diri bersama
pasangan daripada sendiri, Din."
Tanggapan Kana memang datar dan singkat, namun entah
mengapa membekas di hati Dini

Tidak ada komentar:
Posting Komentar