Seperti yang
dijanjikan sejak awal, dua remaja yang telah bermetamorfosa menjadi wanita
dewasa tersebut bertemu kembali setelah dua tahun lamanya.
Tanpa adanya kontak komunikasi, mereka berjalan ke
arah yang berbeda, dengan tujuan yang berbeda pula.
Dan Akhirnya, hari ini. Di tempat kesukaan mereka
berdua semasa kuliah, mereka memutuskan untuk menjalin kembali ukhuwah yang
sempat termakan oleh spasi.
Wanita pertama yang memasuki kafe asyik adalah,
seorang wanita putih, dengan mata nyaris sipit seperti orang cina. Gadis
tersebut melangkah cantik, dengan angkel boat bewarna putih sebatas lutut yang
dipadankan dengan skinny jeans navi dan kemeja monokrom. Rambutnya terbungkus
rapi dalam balutan kerudung satin hitam.
Nuansa kafe asyik
memang telah banyak berubah, namun gadis putih tersebut tetap memilih meja yang
sama seperti yang biasa ia duduki bersama sahabat yang sebentar lagi juga akan
datang.
Benar saja, tanpa menunggu lama satu wanita lagi
yang sedang ditunggunya. Berjalan ke dalam kafe dengan langkah tergesa.
Penampilan boleh saja semakin anggun, namun kecerobohan wanita itu sepertinya
tetap menempel kuat. Lihat saja, belum apa-apa, ia telah menyenggol salah satu
pelayan yang sedang membawa minuman menuju meja pelanggan. Beruntung pelayan
tersebut cukup cekatan, sehingga minuman yang dibawanya tetap utuh tidak
tumpah.
"Tia
... MasyaAllah, makin cantik aja," seru si wanita ceroboh saat netranya
bertemu dengan netra si wanita putih.
"Alhamdulillah. Semua milik Allah. Eh, ini apa
kok sudah buncit aja?" Si wanita putih terpekik. Saat berpelukan rindu
dengan si wanita ceroboh ia merasa ada yang mengganjal perutnya.
Si wanita ceroboh menjawab malu-malu. "Calon
keponakanmu."
"Serius? Ya allah, alhamdulillah. Semoga sehat
dan lancar kehamilannya sampai persalinan nanti. Tapi ini aku sedikit kesal
juga sih, kok kamu main nyerong kiri aja sih Dini?"
"Ini kita nggak duduk dulu nih, mau ngobrol
berdiri aja? Nggak kasihan loh sama ibu hamil!"
"Astaghfirullah, lupa ... lupa ..... Ya sudah
ayo duduk dulu. Duh, jadi bumil makin manja deh," goyon si wanita putih
sambil terkekeh.
Sementara si wanita ceroboh menahan kikikannya.
"Alhamdulillah, terimakasih ammah Tia."
"Udah kan? Jelasin sekarang."
"Pesan dulu lah..."
Si wanita putih pura-pura menjulingkan mata. Tapi ia
tetap memesan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Apple tea dan potato
untuknya, serta milkshake strowberry dan croissant untuk sang ibu hamil.
"Jadi gimana ceritanya? Kok nikah nggak ngasih
kabar? Bukannya katamu dulu mau nikah tahun ini ya Din?"
"Jodoh mana ada yang tahu sih, Tia. Manusia bisa saja berencana, namun
tetap. Allah yang menentukan. Lagipula jika telah datang lelaki sholeh pada
kita, masa kita tolak?"
"Ia sih. Tapi nggak nyangka aja gitu loh kamu
sudah nikah aja."
"Karena saat pertemuan terakhir kita sebelum
kamu berangkat ke brunei aku belum terlihat ada tanda-tanda dekat dengan
seseorang ya? Malah kamu kan yang sudah tunangan waktu itu? Sekarang gimana
Nan? Belum dihalalkan apa sudah halal?"
Si wanita putih berdecak. "Ya belumlah. Kan aku
sudah bilang kapan tahun ke kamu, kalau aku harus sukses dulu."
"Sekarang sudah sukses kan? Tunggu apa
lagi?"
"Tabungan sudah cukup, tapi calon pengantin
prianya yang kabur."
Si wanita ceroboh tersedak minumannya.
"Hahahaa ... nggak seperti yang kamu pikirkan, Din. Maksudku, si Dia lagi ada project ke
luar kota. Project jangka panjang gitu."
"Heh, omongan adalah doa tau. Hati-hati sama
lisan makanya!"
"Ia deh. Aku mohon doa pokoknya, begitu project
ini selesai acaraku semoga dilancarkan."
"Amin .... Jangan ditunda-tunda lagi pokoknya.
Allah sudah menjanjikan rejeki kok untuk umatnya yang mau menyempurnakan
separuh agama."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar