Melewati usia dua puluh dengan hati kosong adalah ujian terberat dalam kehidupan remaja saya. Kuliah saya sudah selesai, namun tanda-tanda akan kehadiran si dia belum juga terlihat. Hati saya menjadi rapuh dalam menghadapi beberapa kenyataan.
Ketika membuka aplikasi media sosial, retina disuguhkan dengan pemandangan sepasang pengantin baru yang sedang mendaki gunung. Undangan pernikahan satu persatu singgah ke rumah, sementara pasangan yang hendak diajak belum juga ada. Ketika pergi ke warung, tetangga mengeluarkan kalimat yang membuat pedas mata. Dalam situasi krisis itu, penting membentengi diri dengan al-quran. Agar hati tetap tenang dan terjaga.
Saya telah mengalami bagaimana rasanya menghadapi situasi di atas tanpa berpegang teguh pada al-quran, tanpa terus mendekat pada ilahi. Sakit. Sesak yang ditanggung dada berat sekali.
Saya pernah menyalahkan takdir. Bertanya, mengapa hidup harus tidak adil? Teman-teman mudah sekali mendapatkan jodoh dan rezeki, lalu kenapa saya tidak? Kemudian saya memutuskan untuk menghindari dunia. Saya memblokir seluruh media sosial karena putus asa melihat postingan teman-teman yang terlihat bahagia dengan pekerjaan barunya, dengan pasangannya dan segala penghargaan lainnya. Batin saya menangis ketika mengucapkan selamat atas kebahagiaan mereka.
Saya tidak bisa menampik rasa iri yang terus menggerogoti hati. Saya jatuh dan terluka sendirian.
Di sinilah kuasa Allah menolong saya. Sedikit demi sedikit tembok yang mengunci hati akan perasaan sendiri terangkat. Saya mulai kembali mendengarkan dunia. Saya kembali pada fitrah manusia, saya mendekat pada-Nya. Meminta petunjuk agar beban yang ditanggung segera terangkat.
Saya mulai rutin membaca Alquran, saya dengarkan nasihat-nasihat dari para motivator, serta ceramah para ustadz. Saya berkeinginan kuat menyirami hati saya yang terlampau kering. Hingga kemudian saya mendengar kisah mereka. Kisah yang terlihat indah di retina saya, ternyata tidak seindah kenyataannya. Ada banyak luka yang mereka alami di balik keindahan kisah yang mereka tampakkan.
Sejak saat itu pula, saya berinisiatif untuk tidak memposting apapun pada media sosial mengenai kehidupan pribadi saya. Baik yang bahagia maupun penuh luka. Saya tidak ingin mereka yang melihat saya di media sosial menjadi salah tanggap terhadap apa yang saya bagikan. Hati manusia tidak ada yang bisa menebak bukan?
Terimakasih pada rumput hijau yang banyak menginspirasi saya ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar